“Kau b’ri yang kupinta…
saat kumencari kumendapatkan..
kuketuk pintuMu dan Kau bukakan..
s’bab Kau Bapaku, Bapa Yang Kekal…
Takkan Kau biarkan…
aku melangkah hanya sendirian..
Kau selalu ada bagiku..
s’bab Kau Bapaku, Bapa Yang Kekal”
Ada 2 lagu thema Bapa yang saya tulis.
Pertama kali saya menulis lagu “S’perti Bapa Sayang Anaknya”, dan yang kedua “Bapa Yang Kekal”. Bagi saya pribadi, lagu yang terakhir ini punya kesan yang sangat dalam, karena menyadarkan saya, bahwa selamanya saya punya Bapa yang tidak pernah meninggalkan saya, dan selamanya saya menjadi anak Bapa.
Lagu ini bukanlah berdasarkan pengalaman pribadi saya, tetapi kisah kasih yang sangat sederhana dari seorang hamba Tuhan kepada anak laki-lakinya.
Berikut ceritanya ……
Suatu ketika hamba Tuhan ini mengajak istri dan kedua anaknya pergi ke mall untuk berbelanja barang-barang kebutuhan mereka. Masing-masing sudah diberikan uang untuk membeli keperluan masing-masing. Sesampainya di mall, mereka berpisah karena kebutuhan yang akan dibeli berbeda-beda tempatnya. Istri hamba Tuhan ini berjalan bersama anak perempuan, sedangkan suaminya berjalan bersama anak laki-laki.
Hamba Tuhan ini bercerita, anak laki-lakinya ingin sekali membeli sepasang sepatu, yang bisa dipakai saat melayani sebagai singer di gereja, tetapi ketika dilihat harganya di luar budget yang diberikan. Dia tidak tega minta tambahan uang kepada papanya, karena dia tahu papanya juga punya kebutuhan penting untuk dibeli.
Melihat harga yang mahal, papa mengajak anaknya untuk mencari sepatu lain di toko lainnya. Kemudian mereka berpisah supaya lebih leluasa dalam mencari.
Beberapa saat kemudian, hamba Tuhan ini mencari anaknya, dan ia menemukan anaknya terpaku di depan etalase toko yang telah mereka datangi bersama tadi, memandangi sepatu mahal yang sangat diinginkan tapi tidak mampu untuk membelinya.
Sangat menginginkan, tapi tidak tega minta kepada papa.
Saat itu rasa kasih yang dalam sebagai papa memenuhi hamba Tuhan ini.
Ia menghampiri anaknya dan mengajaknya untuk membeli sepatu itu.
“Jangan papa, sepatu ini mahal, papa juga punya kebutuhan yang harus dibeli”, demikian seru sang anak.
Papanya berkata, “Tidak apa-apa nak, papa tunda dulu membeli yang papa butuhkan. Kamu layak memperoleh sepatu ini, apalagi kamu akan pakai sepatu ini untuk melayani Tuhan.” Sepatu pun dibeli. Sang anak pulang dengan bahagia.
Hamba Tuhan ini berkata dalam kotbahnya, “Kalau saya bapa jasmani yang tidak sempurna dalam mengasihi, dapat memberikan segalanya kepada anak saya, apalagi Bapa di Surga kepada kita anak-anakNya. Dia mengasihi dengan kasih yang sempurna dan selama-lamanya, karena Dia adalah Bapa Yang Kekal.”
Kalimat yang diucapkan hamba Tuhan ini sangat mempengaruhi saya.
Berhari-hari saya memikirkannya dan merenungkannya, akhirnya saya menuliskan sebuah lagu yang diberi judul “Bapa Yang Kekal”.
Di ujung pembuatan lagu ini, di kamar saya menangis sejadi-jadinya.
Bukan tangisan dukacita, tapi sukacita, karena dikasihi oleh Bapa Di Surga yang tidak pernah meninggalkan saya. Dia selalu ada di samping saya.
Dan Dia mengasihi saya sebagai anakNya.
Papa saya pulang ke rumah Bapa tahun 1991.
Saya memiliki dia sebagai bapa di dunia ini hanya selama 25 tahun saja.
Dan hampir sepanjang tahun-tahun yang kami lalui, sulit bagi saya merasakan kasihnya.
Kalau sepanjang pemenuhan kebutuhan hidup, sekolah, fasilitas, betul, papa mengasihi. Tapi secara jiwani saya sulit merasakannya.
Anak-anaknya tumbuh dalam didikan yang kaku dari papa.
Kalau papa ada di rumah, rasanya suasana tegang sekali. Anak-anak tidak bebas berekspresi, mengemukakan pendapat, apalagi meminta sesuatu.
Saya ke gereja hanya kalau papa dan mama sedang ada di rumah.
Karena mereka bertugas di luar kota, jadi hanya 2 minggu sekali datang mengunjungi anak-anaknya. Kalau papa sudah kembali ke luarkota, rasanya kehidupan menjadi merdeka.
Papa akan marah kepada mama kalau melakukan kesalahan, dan mama akan melampiaskan kemarahan kepada anak-anak. Karena papa orangnya sangat perfeksionis, jadi kalau sedang berada di rumah, semua harus berjalan sesuai prosedur.
Kapan harus menyalakan lampu (tidak boleh terlalu cepat juga tidak boleh terlambat), bahkan sampai membawa nampan saat menghidangkan teh untuk tamu ada prosedurnya. Kalau melakukan tidak seperti yang diperintahkan, kesalahan kecil sekalipun akan membuat papa marah dan ngambek dan bisa berlangsung berhari-hari.
Setiap akhir tahun kami rutin membuat kebaktian keluarga, dan selalu papa menyesali perbuatannya dan janji tidak akan mengulanginya lagi. Papa berjanji di tahun yang baru ia tidak akan gampang marah dan ngambek lagi. Dan janji itu hanya bertahan beberapa jam saja . Karena keesokan harinya papa sudah kembali kepada dirinya yang lama.
Begitu tegangnya suasana rumah, sehingga saya bertekad harus kuliah jauh dari kediaman kami. Dan saya diterima di ITB. Rasanya legaaaaa sekali. Paling nggak, selama setahun saya nggak perlu menginjakkan kaki di rumah (setahun sekali saya baru pulang ke rumah). Setahun saya nggak perlu merasakan suasana tegang. Setahun saya bebas dari intimidasi perasaan.
Tapi justru di Bandung saya mengenal Tuhan Yesus secara pribadi.
Saya yang tidak pernah ke gereja, tidak pernah sungguh-sungguh mencari Tuhan, tapi dikasihi Bapa Di Surga. Yesus mencari dan menemukan saya. Saya mulai mengenal kasih Bapa dan saya dipuaskan oleh kasihNya. Sejak saat itu saya mulai mendoakan keselamatan papa dan seluruh keluarga saya.
Semakin tua papa mulai pelan-pelan berubah. Ia ingin lebih dekat kepada anak-anaknya. Tapi anak-anak sudah kadung selalu ingin menjaga jarak dengan papa.
Saya ingat suatu malam kami anak-anaknya sedang rame-rame kumpul di ruang keluarga menonton TV sambil bercengkerama. Kemudian papa keluar dari kamarnya dan ingin menikmati kehangatan keluarga bersama anak-anak. Begitu papa bergabung, suasana langsung tegang, dan kemudian satu persatu anak-anak secara perlahan meninggalkan ruang keluarga dan kembali ke kamar masing-masing. Dan papa ditinggal sendirian.
Adik saya yang bungsu sangat kecewa pada didikan papa yang keras dan kaku, sehingga ia berkata kepada mama “Ma kalau papa meninggal,… kayaknya aku nggak bakalan nangis….”
Puji Tuhan di akhir hidupnya, papa sudah banyak berubah dan sebelum menghembuskan nafas terakhir Ia sudah menerima Tuhan Yesus sebagai
Juru Selamat pribadinya (Tuhan menjawab doa saya !!).
Sebenarnya papa adalah bapa yang baik, hanya ia tidak mengerti bagaimana menyalurkan kasih dengan semestinya kepada anak-anaknya.
Kesaksian hidupnya membuktikan papa adalah pekerja keras yang sangat bertanggung jawab kepada kehidupan anak istrinya. Semua kebutuhan hidup kami dipenuhi. Bahkan hal-hal kecilpun tak luput dari perhatiannya.
Saya ingat saat saya main keyboard di kamar kost saya di Bandung, papa melihat saya memainkannya di lantai karena tidak punya stand keyboard. Tanpa saya minta, papa membelikan stand keyboard. Saya sangat tersentuh saat itu.
Ketika papa sudah dikebumikan, kami buka tas kantornya (karena sehari sebelum meninggal papa masih ke kantor), dan kami menemukan di tas papa ada obat jerawat untuk adik saya yang bungsu yang memang saat itu wajahnya lagi jerawatan. Rasanya nggak mungkin papa yang kami kenal akan berbuat itu.
Saya percaya hati adik saya tersentuh. Di saat-saat terakhirnya, adik saya ada dalam pikiran papa.
Saya sangat mengerti ketika Tuhan Yesus berkata,
“Jadi jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di surga ! Ia akan memberikan yang baik kepada mereka yang meminta kepadaNya.”
(Matius 7:11)
Papa yang sangat tidak sempurna dalam mengasihi kami, tetapi tahu memberi yang baik kepada anak-anaknya, apalagi Bapa Di Surga.
Kalau saya menyaksikan kehidupan kami sekeluarga, bukan karena saya tidak menghormati dan mengasihi papa (saya sungguh sangat menghormati dan mengasihinya). Saya percaya papa sangat mengasihi kami juga tapi tidak mengerti bagaimana seharusnya mengasihi. Latar belakang kehidupannya yang membuatnya tidak bisa menyalurkan kasih sebagaimana mestinya.
Saat ini saya percaya ada banyak anak yang merasa tidak berbapa, walaupun papa masih ada. Merasa tidak dikasihi, bahkan ada yang dianiaya secara fisik ataupun jiwani oleh papa sendiri.
Tapi kalau Anda sudah mengenal Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamat, Anda adalah orang yang paling berbahagia. Karena Yesus adalah Bapa Yang Kekal.
Sekalipun rasanya kita tidak dikasihi bapa jasmani, tapi kalau kita mengenal Dia sebagai Bapa Yang Kekal, kita adalah orang-orang yang lebih beruntung daripada yang selama hidupnya mengalami kasih bapa jasmani tapi tidak pernah mengenal kasih Bapa Yang Kekal.
Dan Bapa berkata :
“Mintalah maka akan diberikan kepadaMu
Carilah maka Engkau akan mendapatkan,
Ketuklah maka pintu akan dibukakan bagiMu.”
Normalnya….
Seorang anak tidak akan takut meminta kepada bapanya.
Seorang anak tidak akan takut salah, saat meminta kepada bapanya.
Sebab ia adalah bapa, yang mengasihi anak-anaknya.
Bapa dunia yang ‘jahat’ saja demikian, apalagi Bapa Di Surga, Bapa Yang Kekal.
Semoga teman-teman diberkati dengan kesaksian sederhana ini.
Kalau kita mencari kasih yang sempurna pada bapa jasmani, maka kita akan kecewa. Karena sebaik apapun mereka masih tetap manusia yang tidak luput dari kelemahan dan ketidaksempurnaan.
Tapi kita tidak akan pernah kecewa saat mengandalkan kasih Bapa Di Surga.
Karena kasihNya sempurna, dan bukan hanya 60, 70 tahun bersama-sama kita, tetapi selama-lamanya Ia menjadi Bapa.
Dialah Bapa Yang Kekal.
All blessings,